[Latest News][6]

Article
Cerpen
Fiksi
Kebangsaan
Konseling
Politik
Psikologi
Psikoterapi Islam
Relationship

Cerita Dongeng

Alkisah, di sebuah negeri antah berantah yang terletak di antara 2 samudera dan 3 benua. Negara dengan populasi mencapai ratusan juta penduduk. Mayoritas penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Di sebuah negara tersebut, terdapat seorang raja yang sangat dielu-elukan rakyatnya yang mayoritas miskin. Rakyatnya berlomba-lomba mencari perhatian sang raja, karena sang raja sangat senang sekali melihat rakyat miskin itu memuja-mujanya.

Dengan segala kekuatan yang dimiliki sang raja, ia dapat membentuk sebuah pasukan berani mati, pasukan yang sangat loyal kepada sang raja. Para pasukan raja tersebut terdiri dari anak-anak eks pasukan pengkhianat. Dalam diri mereka terdapat darah para pengkhianat terhadap bangsanya sendiri. Namun sang raja menjadikan mereka sebagai tamengnya dalam menghadapi goncangan-goncangan yang terjadi di dalam negerinya sendiri.

Pada saat awal diangkatnya sang raja,  pertumpahan darah dan saling serang antara pasukan raja tersebut dengan pasukan pengawal titah para pendiri bangsa telah terjadi. Loyalis yang dimiliki raja disebut sebagai Mara, sedangkan pasukan pengawal titah para pendiri bangsa disebut sebagai Moulea. 

Kedua pasukan tersebut punya sejarah yang sangat panjang, dimulai dari abad ke-11. Pada saat itu, terjadi perselisihan antara para sesepuh dari kedua kelompok tersebut. Sesepuh para Mara bersikeras agar kelak bangsanya disebut dengan satu nama yaitu bangsa Roeka, sekaligus nama tersebut menjadi identitas dan ideologi negara. Adapun sesepuh Moulea, berpendapat bahwa ideologi itu tidak akan pernah ada dan tidak boleh hanya satu. Hal ini bukan tanpa alasan, melainkan Roeka akan menjadi mimpi buruk bagi bangsa ini karena Roeka berasal dari bahasa moyangnya Mara yang berarti Gergaji. Gergaji adalah alat para moyangnya Mara dalam menyembelih kepala para pendatang ke desa mereka. Mereka disembelih karena tidak mampu memahami bahasa dan adat mereka dan selalu mengadakan perbaikan moral yang kala itu sangat biadab. 

Namun yang terjadi justru hal yang sangat mengerikan bagi bangsa Moulea. Pembantaian itu tidak hanya menimpa para pendatang, namun para moyangnya Moulea pun ikut dibantai dengan cara dipotong-potong bagian tubuh mereka satu per satu, karena terbukti menyembunyikan para pendatang yang memohon perlindungan tersebut kepada moyang Moulea. Hal demikian terjadi, ketika para pimpinan Moulea dari daerah Sutra datang dengan misi mendamaikan kerusuhan dan kekejaman yang dilakukan oleh bangsa Mara.

Oleh karena kejadian tersebut, akhirnya pimpinan Moulea mengeluarkan sumpah. Sumpah tersebut diuraikan dalam sebuah upacara yang disebut dengan upacara mengheningkan cipta. Bagian dari sumpah tersebut adalah, 

"...bahwa negeri ini akan selalu dijaga dengan penuh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kesatuan."

Para jenderal dari kalangan Mara pun mendapatkan bocoran bahwa pimpinan Moulea telah mengucapkan sumpah. Pasukan Mara mendapat kabar tersebut dari salah satu mata-mata keturunan Srida, yaitu bekas pembantu para moyangnya Mara. 

Bersambung...

About Author Muhammad Fathir Ma'ruf Nurasykim

Writing is one way that you can interact with the world wisely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search