Layanan Konseling: Self Disclosure
Pendahuluan
Dalam kehidupan kita sehari-hari
komunikasi merupakan salah satu kegiatan yang setiap hari kita lakukan baik
secara sengaja maupun tidak sengaja, baik dilakukan secara verbal maupun
non-verbal. Dalam berkomunikasi tentu ada harapan yang ingin dicapai, maka
dalam hal ini keterbukaan perlu dalam berkomunikasi untuk mewujudkan saling
kepercayaan, tentunya kejujuran diutamakan.
Dalam suatu hubungan antar pribadi
dimulai bila dua orang yang berhubungan mulai saling membuka tentang
dirinya. Bila kedua pribadi sudah saling
membuka diri, maka kedua pribadi tersebut akan saling memahami, atau tercipta
suatu kondisi ”saya memahami anda, dan
anda memahami saya ”. Dalam pergaulan
sehari-hari, khususnya interaksi yang
terjadi di kampus maupun di masyarakat sering
dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita untuk berkenalan dan membuka
diri dengan orang lain.
Penyadaran akan diri sendiri juga
sangat penting, karena dalam bermasyarakat komunikasi merupakan alat sebagai
bergaul dalam lingkungan masyarakat, dengan membuka diri, lawan bicara kita
akan lebih merasa dekat dan terbuka. Maka bagaimana mungkin kita dapat memberi
tahukan informasi tentang kita kalau diri sendiri saja tidak tahu.
Mengenai keterbukaan diri dalam
berkomunikasi tentu tidak harus di beritahukan kepada semua orang secara
keseluruhan tentang diri kita secara terperinci, bisa saja ada hal-hal yang
sifatnya sangat pribadi yang tidak harus di beritahukan kepada semua orang yang
ada disekeliling kita.
Maka dalam membuka diri juga perlu
keterampilan dalam hal ini, karena dalam membuka diri bukan sekedar memberikan
semua informasi tentang diri kita seperti apa dan bagaimana. Artinya ada hal
yang memang harus dihindari, tidak semua informasi diri kita kita beberkan ke
semua orang, terlebih lagi hal yang sangat pribadi sekali.
Dengan demikian hal yang berkenaan
dengan membuka diri dalam berkomunikasi sangat penting, maka dlam makalah ini
akan dibahas mengenai "Membuka Diri" dalam berkomunikasi.
A.
Pengertian
Membuka Diri
Membuka diri merupakan suatu tindakan menyatakan bagaimana
seseorang menanggapi situasi saat ini dan memberikan sejumlah
pengalaman-pengalaman berdasarkan
pemahaman dirinya saat itu. Membuka diri
merupakan kemampuan seseorang untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang ada
pada diri, sehingga dapat melakukan respon yang tepat terhadap tuntutan yang
muncul dari dalam maupun dari luar. Keterbukaan diri di sini tidak sekedar
bermaksud mengungkapkan kehidupan masa lalu seseorang semata, tetapi lebih dari
itu, untuk meningkatkan kualitas hubungan seseorang.[1]
Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak ada dua aspek tentang
komunikasi antar pribadi. Aspek pertama dan mungkin yang paling jelas, yaitu
bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Hal
ini tidak berarti bahwa kita harus menceritakan semua latar belakang kehidupan
kita. Namun yang penting ada kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah
umum. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran, dan gagasan kita.
Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.[2]
Aspek kedua dari keterbukaan
menunjukkan pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain
dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya.
Demikian pula sebaliknya, kita ingin orang lain member tanggapan secara jujur dan
terbuka tentang segala sesuatu yang kita katakan. Disini keterbukaan
diperlihatkan dengan cara member tanggapan secara sepontan dan tanpa dalih
terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain. Tentunya, hal ini tidak dapat
dengan mudah dilakukan dan dapat menumbulkan kesalah pahaman ornag lain,
seperti marah atau tersinggung.[3]
Di dalam membuka diri
diperlukan kejujuran masing-masing
individu yang berinteraksi. Membuat suatu pengakuan pribadi secara jujur dan
tulus tentang masa lalunya dapat membentuk keintiman perasaan dalam suatu
hubungan. Suatu hubungan yang baik dan
telah tercipta keintiman pada
seseorang, akan menciptakan keterbukaan
seseorang pada peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya atau segala apa yang
orang lain pernah katakan atau lakukan
di masa lalunya.
Bila kita secara sengaja dan jujur,
tulus memberikan informasi yang benar tentang diri kita kepada orang lain,
berarti kita telah membuka diri dengan orang lain. Misalnya, ketika anda duduk di ruang tunggu pemberangkatan bus di terminal, sebelah anda ada seseorang, dan kemudian anda mengajak mengobrol. Di
dalam proses percakapan, anda
memberitahukan informasi nama, alamat
tinggal, pekerjaan, arah tujuan mau pergi kemana, dan hal-hal lain mengenai
diri anda, berarti secara tidak langsung
anda sudah membuka diri.
Apabila di dalam suatu proses
interaksi antar induvidu, kedua belah pihak induvidu memberikan informasi
secara jujur, tulus dan saling terbuka,
maka akan menghasilkan suatu proses
hubungan yang efektif. Tetapi
sebaliknya jika informasi-informasi yang disampaikan salah satu atau bahkan
keduanya adalah informasi yang tidak benar,
atau tidak jujur berarti komunikasi tersebut tidak efektif dan tidak
akan bertahan lama.[4]
Masih berkaitan dengan
keterbukaan diri dalam berkomunikasi,
hal yang demikian ini sangat efektif sekali dalam melakukan proses konseling,
lagi-lagi pemakalah menegaskan lagi bahwa membuka diri disini sangat
mementingkan kejujuran dan ketulusan, jika hal ini terjadi dalam proses
konseling maka proses konseling itu tidak akan sulit, karena klien dapat
membuka diri, dan memberikan informasi yang berkenaan dengan masalahnya.
< >
B. Arti Penting Membuka Diri
Pembukaan
diri atau self-disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan
kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi
tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan kita di
masa kini.
Membuka
diri tidak sama dengan mengungkapkan detail-detail intim dari masa lalu kita.
Mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi di masa lalu kita dapat menimbulkan
perasaan intim untuk sesaat. Menurut Jhonson (1981), pembukaan diri memiliki
dua sisi, yaitu: bersikap terbuka kepada yang lain dan bersikap terbuka bagi
yang lain. Kedua proses yang dapat berlangsung secara serentak itu apabila
terjadi pada kedua belah pihak akan membuahkan relasi yang terbuka antara kita
dan orang lain.
Menurut
Jhonson (1981), bebarapa manfaat dan dampak pembuakaan diri terhadap hubungan
antar pribadi adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi
hubungan yang sehat antara dua orang.
2. Semakin kita bersikap terbuka kepada
orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia
akan semakin membuka diri kepada kita.
3. Membuka diri kepada orang lain
merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita
sendiri maupun dengan orang lain.
4. Membuka diri berarti bersikap
realistik. Maka, pembukaan diri kita haruslah jujur, tulus dan autentik.
Dalam suatu kajian terbaru mengenai
keterbukaan, Van Lear (1991) menemukan bahwa dalam sebuah hubungan-hubungan
yang berjalan lancar, orang-orang terus menyesuaikan siklus keterbukaan mereka.
Bukti pasangan surut periodic “ antara keterbukaan dan ketertutupan” ini berlaku
bagi masa perkenalan, hubungan yang lengkap dan hubungan yang romantic.
kajianVan Lear menunjukkan bahwa orang-orang yang baru berkenalan “
menyasuaikan rentang siklus keterbukaannya dengan siklus keterbukaan pasangannya,
“ mengsinkronkan perwaktuan (timing) siklus-siklus tersebut. Dalam persahabatan
dan hubungan romantic, seseorang mempersepsi siklus keterbukaannya sendiri dan siklus
keterbukaan pasangannya.[5]
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada
saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan
tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada
kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih
terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih
cenderung menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memandang diri kita dan
orang lain.[6]
Dalam
komunikasi, orang cendrung untuk berfikir untung ruginya artinya seberapa jauh
dia memperoleh keuntungan dari hasil
komunikasi tersebut atau dengan kata lain, komunikasi akan terus berlanjut,
apabila perbandingan antar harapan yang diperoleh harus lebih besar dari usaha
yang dilakukannya untuk mencapai keuntungan tertentu.[7]
Maka dalam berkomunikasi membuka
diri sangat penting sekali, dengan kita membuka diri, rasa kepercayaan,
kenyamanan dan keakraban akan muncul pada diri pribadi, dengan begitu
komunikasi akan lebih efektif dan bertahan lama, sehingga komunikasi itu akan
terbangun dengan harmonis karena sudah timbul rasa kepercaayaan antara
komunikator dengan komunikan dan komunikasi itu pun terbangun degan kejujuran
dan ketulusan. Pertanyaan yang timbul adalah mengapa membuka diri itu penting?
Ada
sejumlah alasan yang menyebabkan kita perlu membuka diri kepada orang lain,
yaitu dengan membuka diri, orang lain akan lebih mengenal diri kita, dan
hubungan akan terasa lebih dekat, begitu pula sebaliknya. Keterbukaan diri
menentukan sejauh mana orang lain menyukai diri anda. Keterbukaan diri merupakan
suatu proses saling mengungkapkan diri, siapa dan bagaimana diri masing-masing
terlibat didalamnya. Di dalam proses saling membuka diri, terjadi hubungan
antar pribadi yang semakin lama semakin
erat. Diantara orang-orang yang membuka diri, terjadi pemahaman atas
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini akan menimbulkan perasaan saling
menyukai.[8]
Jika
orang lain tidak kenal dengan kita bagaimna mungkin orang lain akan
berkomunikasi dengan kita, maka memberikan informasi sederhana berkaitan dengan
pengenalan diri kita juga hal penting dalam membangun suatu komunikasi yang
baik, kemudian hubungan dalam berkomunikasi dengan orang lain akan semakin
dekat, kedekatan itulah yang kemudian akan membentuk keserasian dlam
berkomunikasi, hal inilah yang dapat menjadikan individu satu dengan yang lain
saling menyukai karena ada keterbukaan, sehingga saling mengetahui kelebihan
dan kekurangannya.
C. Menyadari Diri
Apabila masing-masing individu saling menyadari keberadaan dirinya, memahami
dan mengenali siapa dirinya, menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan, maka
akan dihasilkan suatu hubungan antarpribadi yang berkualitas, yaitu hubungan yang tulus, jujur, terbuka, dan
tidak dibuat-buat.
Kemampuan menyadari diri sendiri
tergantung pada seberapa besar umpan balik (feedback) yang diberikan oleh orang
lain. Sedangkan kualitas umpan balik yang diberikan orang lain pada seseorang
sangat tergantung pada seberapa jauh orang tersebut membuka diri. Untuk
meningkatkan hubungan yang efektif seseorang harus menyadari segala konsekuensi
dari perilaku yang dilakukannya dan mampu memutuskan bentuk konsekuensi yang
diinginkannya.
Sebelum seseorang mampu memberikan
umpan balik, sikap terbuka terhadap masukan dari orang lain harus sudah
dimiliki orang tersebut. Seseorang harus mengembangkan perspektif berfikir bahwa masukan dari orang lain sangat
penting bagi perkembangan diri. Karena setiap perilaku akan dipersepsikan
secara berbeda oleh orang lain. Selain
itu, umpan balik sangat berguna untuk mengukur apakah sebuah perilaku sudah
efektif menurut orang lain. Dengan pemahaman ini seseorang diharapkan bersikap
terbuka terhadap setiap masukan yang
diterimanya. Untuk itu ada beberapa sikap yang harus dimiliki pada
seseorang agar mampu menerima masukan (feedback) secara terbuka:
1. Berfikir positif
Jika anda menerima masukan, fokuskan
pada hal-hal yang positif. Sebaliknya menghindari pikiran negatif ketika orang
lain memberi masukan pada anda, sebab pikiran ini akan mendorong anda untuk
bersikap defensif dan tertutup. Anda berprasangka bahwa orang lain meremehkan
anda, ingin membuat malu, atau menghakimi. Anda harus memahami bahwa jika ada
orang yang memberikan masukan, berarti mereka memperhatikan diri anda dan ingin
mendorong anda menuju ke arah yang lebih positif .
2. Pahami intisari dari masukan
Setiap masukan yang disampaikan
orang lain, pahami intisari atau makna dari masukan tersebut. Hindari sikap
masa bodoh terhadap masukan yang diberikan.
3.
Sadari bahwa semakin banyak masukan yang diterima semakin baik bagi
anda.Prinsip ini merupakan hal yang penting untuk dipahami, karena di dalam
diri seseorang terdapat bagian-bagian yang tidak diketahui atau disadari, akan
tetapi hal tersebut justru bisa dipahami oleh orang lain.
4.
Minta masukan pembanding dari orang lainUntuk lebih akurat dan obyektif,
kadang-kadang anda perlu juga meminta masukan pembanding dari beberapa orang,
sebab pengamatan dari beberapa orang akan lebih akurat dibandingkan hanya dari
satu orang.
Di dalam suatu proses interaksi,
selalu ada tindakan menerima masukan dari orang lain dan memberi masukan pada
orang lain. Masukan yang diberikan kepada seseorang harus berfokus pada upaya membantu seseorang
agar nantinya bisa berubah menjadi lebih baik, dan bukan sekedar hanya
mengkritik semata. Berikut beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam memberikan feedback , yaitu ;
1. Umpan balik ditujukan pada perilaku, bukan pada
pribadinya. Kita memberikan umpan balik pada tindakan yang dilakukannya.
2. Umpan balik diungkapkan secara deskriptif, bukan
sebaliknya dalam bentuk penilaian dari sisi baik buruknya tindakan tersebut.
3.
Umpan balik dipusatkan pada
perilaku yang spesifik, bukan perilaku yang abstrak, sehingga merujuk pada
suatu tindakan yang spesifik yang dilakukan beserta situasi yang melingkupinya.
4.
Umpan balik harus diberikan
sesegera mungkin, Jika umpan balik ditunda maka semakin kurang manfaatnya.
(here and now).
5.
Umpan balik diberikan dalam upaya
berbagi perasaan dan pemikiran. Bukan dalam bentuk nasihat atau menggurui.
6.
Dalam memberikan umpan balik jangan memaksakan pada orang lain. Umpan
balik harus mengabdi pada kepentingan penerima, bukan kemauan di pemberi.
7.
Umpan balik tidak disampaikan
secara bertubi-tubi sampai melebihi batas kemampuan penerima untuk memahami. Umpan
balik diberikan untuk menolong orang lain berkembang, bukan untuk memuaskan
hasrat menasehati orang lain.
8. Umpan balik diarahkan pada tindakan yang dapat diubah
oleh orang bersangkutan. Bukan sebaliknya pada ciri-ciri sifat yang sudah
melekat sehingga sulit dirubah.
Maka dengan demikian jelas bahwa
menyadari diri itu akan membentuk hubungan antar pribadi yang berkualitas,
dengan mnyadari diri kita mengetahui atas segala kelebihan dan kekurangan yang
ada pada diri kita, sehingga dengan kesadaran akan kekurangan yang kita miliki
kita dapat menerimanya dengan lapang dada, artinya tetap menerima diri dengan
apa adanya, sehingga dengan menyadari diri sendiri akan tercipta komunikasi
antar pribadi yang jujur dan tulus dalam
membuka diri tanpa ada kebohongan dalam berkomunikasi. Kebohongan dalam membuka
diri ketika berkomunikasi akan menimbulkan hubungan yang tidak harmonis dalam
berkomunikasi tersebut.
D. Keterampilan Membuka Diri
Ketika seseorang membuka diri harus
memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal yaitu aspek
dalam diri seseorang tentang bagaimana menampilkan dirinya pada orang lain
ketika berinteraksi. Kemampuan menampilkan diri itu meliputi ; kepercayaan pada
diri sendiri, cara berpakaian, sikap, postur tubuh, kontak mata, intonasi
suara, dan bahasa tubuh serta keseluruhan kemampuan dalam menyampaikan pesan.
Sedangkan aspek eksternal meliputi ; situasi saat itu, norma sosial, dan kepada
siapa orang yang dihadapi, apakah orang tua, pimpinan, teman sejenis kelamin,
teman beda jenis kelamin, tetangga, kolega, konsumen, atau orang asing yang
belum dikenal.
Seseorang yang akan membuka diri
harus dilakukan secara bertahap keluasannya dan kedalamannya sesuai dengan
perkembangan dan intensitas hubungan antar pribadi tersebut. Oleh sebab itu,
membuka diri harus dilakukan secara tepat. Keterbukaan diri dianggap tepat
bilamana :
1. Dilakukan secara bertahap seiring
dengan perkembangan hubungan antarpribadi. Semakin lama suatu hubungan,
menjadikan orang-orang yang terlibat didalamnya semakin terbuka satu sama lain.
2. Dilakukan secara timbal-balik.
Artinya orang-orang yang terlibat dalam hubungan antarpribadi saling terbuka
satu sama lain. Tidak hanya seorang diri saja yang membuka diri, sedangkan yang
lainnya menutup diri.
3. Berkenaan dengan apa yang sedang
terjadi pada diri kita, dan apa yang sedang terjadi pada hubungan antara
orang-orang yang terlibat di dalam keterbukaan diri tersebut.
4. Menjadikan hubungan antarpribadi
tersebut menjadi semakin baik.
5. Mempertimbangkan akibat yang
ditimbulkan dari keterbukaan diri pada orang lain tersebut, dan kepada siapa
anda membuka diri ?
6. Mempercepat berlalunya krisis, bila
terjadi masalah dalam hubungan antar pribadi.
7. Secara berangsur-angsur membuka diri
dilakukan dari tingkat terbawah atau informasi yang sifatnya umum, seperti ;
informasi hoby, olah raga, sekolah, dan liburan.
Pada dasarnya membuka diri dapat dilakukan secara verbal dan non-verbal. Berikut ini adalah cara membuka diri secara verbal :
1. Menggunakan kata ”saya”.Ungkapkan
kepada orang lain tentang apa yang anda
yakini, apa yang anda percayai, apa yang anda pikirkan. Misalnya : ” Saya
merasa senang dengan hasil ulangan kemarin ”
”Saya berharap, teman-teman sekelas
bisa lulus semua”
2. Menggunakan kalimat bahasa yang
jelas. Gunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh orang lain. Hindari
penggunaan kalimat yang berbelit-belit dan bermakna majemuk atau ganda untuk
menghindari intepretasi yang bermacam-macam. Misalnya : ” Saya
senang dengan kepemimpinan Kepala Sekolah kita. Beliau disiplin, kreatif,
bijaksana dan tidak membeda-bedakan orang.”
3. Menggunakan pernyataan langsung.
Penggunaan pernyataan langsung menggambarkan kondisi nyata yang dialami,
dirasakan, dan dipikirkan saat itu. Ketika membuka diri hindari penggunaan pernyataan tidak langsung.
Misalnya : ” Saya senang, kamu datang
tepat waktu” (pernyataan langsung)
” Kata Pak Guru, kita nggak boleh datang
terlambat”(pernyataan tidak langsung)
4. Menggunakan kalimat bahasa yang
lengkap dan tepat. Penggunaan kalimat bahasa yang lengkap lebih mudah untuk
dipahami maknanya. Misalnya : ” Saya yang memutuskan sendiri untuk
sekolah di SMK, karena lulusan SMK lebih mudah untuk mencari pekerjaan
dibandingkan lulusan SMA”, ”Saya tidak bisa berangkat ke sekolah hari ini
karena sakit ”
5. Jangan menggunakan kalimat bahasa
yang terpotong-potong dan penggunaan
kata-kata yang tidak ada maknanya. Penggunaan kalimat yang terpotong-potong
akan menghambat pemahaman makna yang di sampaikan, sehingga interaksinya
menjadi tidak efektif . Misalnya : ”Eee,
sa..saya memang sudah ee...lulus, eemm tapi.....eee belum dapat
ee....pekerjaan. Kamu e...sendiri bagaimana ?”
6. Jangan mengunakan pernyataan yang
maknanya menyinggung perasaan orang lain, karena akan menyakiti orang lain dan
akan membuat hubungan menjadi renggang. Misalnya : ” Saya tetap akan sekolah di
SMK, meskipun kamu melarangnya”. ”
Saya kecewa telah mengikuti saran-saranmu”
Berikut ini adalah cara membuka diri
secara non-verbal :
1. Menggunakan bahasa tubuh secara
wajar, santai, pandangan ke obyek, dan tidak dibuat-buat. Duduk tegap, santai
menimbulkan kesan bahwa anda orang yang terbuka. Misalnya : Ketika seseorang
berkata : ” saya merasa senang dengan bantuan anda kemarin” Dia menyampaikan
dengan sikap hangat, wajar, dan senyum akan dipahami orang lain sebagai sikap
yang terbuka . Maknanya akan berbeda jika pernyataan tersebut di sampaikan
dengan wajah cemberut, dan pandangan membelakangi obyek.
2. Menggunakan bahasa tubuh secara
spontan, tepat, dan tidak dibuat-buat.Penggunaan bahasa tubuh yang spontan,
tepat, dan tidak dibuat-buat menunjukkan ketulusan dan kejujuran seseorang
dalam membuka diri. Misalnya : Seseorang mengucapkan : ” Wah..selamat ya
Tom...! Saya ikut senang, kamu lulus”. Pernyataan tersebut diucapkan dengan
berjabat tangan dan senyuman secara spontan, akan menimbulkan sikap hangat
keduanya, dan akhirnya akan mendukung hubungan yang terbuka. Berbeda maknanya
jika pernyataan tersebut tidak diikuti ekspresi bahasa tubuh yang mendukung
atau dengan tatapan mata yang sinis tanpa senyum. Ekspresi ini akan
dipersepsikan lain, atau bermakna negatif.
3. Menggunakan intonasi suara yang wajar , jelas, dan tepat.
Penggunaan intonasi suara yang tidak tepat bisa menimbulkan kesalahpahaman
dalam pemaknaan kata-kata yang disampaikan. Misalnya : Seseorang mengucapkan :
” pergi ”. Kata ini akan memiliki makna yang berbeda, manakala diucapkan dengan intonasi suara yag
tinggi dan keras, dengan diucapkan intonasi suara pelan dan lembut.
4. Menggunakan kontak mata secara
wajar. Wajar berarti pandangan tidak melotot, melirik, atau tatapan-tatapan
lain yang bisa menimbulkan kesalahpahaman. Tatapan mata menuju ke arah obyek
bicara secara wajar.
5. Ekspresi wajah yang responsif dan
positif. Keseluruhan penggunaan bahasa tubuh yang ditunjukkan melalui ekspresi
wajah dapat menekankan sikap kepedulian dan keterbukaan. Senyuman, kontak mata,
yang positif dan responsif menunjukkan kesediaan untuk membuka diri.
Maka cara dalam keterampilan membuka diri ini sangat penting untuk diperhatikan, karena dengan bahasa yang salah walaupun sebenarnya kita tidak bermaksud untuk menyinggungnya, akan dikhawatirkan memberikan bekas yang tidak baik bagi lawan komunikasi kita, sehingga komunikasi itu tidak sesuai dengan keinginginan ari rujuan dalam berkomunikasi, saling keterbukaan juga tidak ada, akhirnya komunikasi itu juka keterbukaan tidak ada, maka akan tidak efektis dan kemungkinan besar tidak akan bertahan lama.
E. Kesimpulan
Dalam suatu
hubungan antar pribadi dimulai bila dua orang yang berhubungan mulai saling
membuka tentang dirinya. Dengan membuka diri saat berkomunikasi akan menghasilkan
hubungan antar pribadi yang lebih berkualitas, karena akan terbangun kejujuran
dan ketulusan dalam berkomunikasi. Pengetahuan
tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama,
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila
konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung
menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang
lain.
Kemudian
penyadaran diri juga sangat penting selain memahami tentang keadaan diri kita
yang kemudian dapat menjadikan suatu informasi bagi orang lain tentang profil
diri, lebih dari pada itu penyadaran diri akan membuat kita mengenal kelebihan
maupun kekurangan akan diri kita.
Referensi
Widjaja. Ilmu Komunikasi
Pengantar Studi. 2000. (Jakarta: Rineka Cipta.
DeddyMulyana,
Prinsip-PrinsipDasarKomuunikasi, (Bandung:PTRemajaRosdakarya.
Jalaluddin
Rakhmat. Psikologi Komunikasi. , 2007. (Bandung: Remaja Rosdakarya.
Toto
Tasmara. Komunikasi Dakwah. 1997. (Jakarta: Gaya Media Pratama.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Microsoft%20Word%20%20Membuka%20Diri.pdf
[1]
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20Membuka%20Diri.pdf
[2]Widjaja,
Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.
128.
[3]
Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi,…, hlm. 129
[4]
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20Membuka%20Diri.pdf
[5]
DeddyMulyana, Prinsip-PrinsipDasarKomuunikasi,
(Bandung:PTRemajaRosdakarya), hal 212-213.
[6]
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hlm. 107.
[7]
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),
hlm. 7.
[8] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20Membuka%20Diri.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar