[Latest News][6]

Article
Cerpen
Fiksi
Kebangsaan
Konseling
Politik
Psikologi
Psikoterapi Islam
Relationship

Bimbingan Konseling Konseling Individual, Mengungkapkan Perasaan Melalui Verbal



A.    DEFINISI PERASAAN

1.      KBBI perasaan adalah 1. Hasil atau perbuatan meraba dengan panca indra: bagaimana menurutmu, badan saya ataukah dingin?. 2. Rasa atau keadaan batin sewaktu menghadapi (merasai sesuatu: bekerja dengan gembira hasilnya akan memuaskan). 3. Kesanggupan untuk merasa atau merasai: sangat tajam. 4. Pertimbangan batin (hati) atas sesuatu; pendapat: padaku, itu tidak benar.
2.      Koentjaraningrat (1980) perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif dan negative . selain itu dalam pandangan dirganusa, perasaan (feeling) mempunyai  2 arti. Ditinjau secara fisiologis, perasaan adalah pengindraan, sehingga merupakan salah satu fungsi tubuh untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Dalam psikologis, perasaan mempunyai  fungsi menilai, yaitu penilaian terhadap terhadap sesuatu hal. Makna penilaian ini tampak misalnya “saya rasa nanti sore hari akan hujan”

Jadi, menurut pemakalah perasaan itu melalui panca indra, cotohnya ketika seorang dokter memeriksa suhu badan pasiennya, kemudian menyentuh pasiennya dan merasakan bagaimana suhu badan pasien, kemudia dalam psikologis perasaan adalah penilaian terhadap sesuatu hal, contohnya : sepertinya saya akan lulus mengikuti ujian komputer.
< >


B. MACAM-MACAM PERASAAN


1.   Simpati
           Simpati adalah kecenderungan untuk merasakan seperti perasaan orang lain (feeling with another person). Istilah simpati dipergunakan untuk mksud yang bermacam-macam, disini simpati diartikan “menempatkaan diri kita secara imajinatif dalam posisi orang lain”. dari definisi ini haus dipahami bahwa kita tidak mengambil peran orang lain atau membayangkan bagaimana orang lain berfikir atau merasa, tetapi kita hanya merujuk bagaimana kita sendiri berfikir atau merasa dalam situasi yang sama. Misalnya, jika saya memberitahukan kepada anada bahwa bibik saya baru saja meninggal dunia, anda bersimpati kepada saya dengan membayangkan bagaimana anda merasa jika bibi anda meninggal dunia. Definisis tidak terbatas pada penderitaan saja, simpati terjadi juga jika saya ceritakan kepada anda bahwa saya baru saja mendapat warisan satu milyar rupiah dan anda menanggapinya dengan membayangkan bagaimana perasaan anda jika anda menjadi jutawan.
Contohnya: saya pernah menanyai satu kelompok (yang dianggap) murid sekolah menengah kelas menengah tentang apa yang mereka lakukan untuk rekreasi, jika mereka tumbuh besar dalam perkampungan orang miskin. Degan cepat, beberapa siswa menjawab dengan respon proyektif seperti “bowling atau berenang atau naik mobil berputar-putar”. Saya sampaikan bahwa orng-orang miskin tidak memiliki fasilitas itu, juga tidak ada uang untuk melakukannya. Kelas menjadi sunyi. Kemudian, seorang anak berbicara dengan nada simpati yang jelas lebih canggih: “jogging!”.

2.         Empati
            Empati adalah  ikut ambil bagian dalam perasaan orang lain, dan dirasakan seolah-olah ikut mengalaminya (feeling into a person). Empati berkenaan dengan bagaimana kita membayangkan pikiran dan perasaan orang lain dari perspektif mereka sendiri. Dalam empati, kita memperhatikan perasaan orang lain, dalam simpati orang memperhatikan penderitaan orang lain, tetapi perasaannya adalah perasaaannya sendiri. Tetapi, perhatikanlah bahwa simpati disini tidak terbatas pada kasus penderitaan. Perbedaan anaara simpati dengan simpati bukan saja dalam tingkatnya dan bukan saja subjek perhatiannya. Perbedaan terletak pada perspektif yang diasumsikannya. Empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain.[1]
Contohnya: saya ikut merasakan apa yang kamu rasakan.
C.     PERBEDAAN PERASAAN, PRASANGKA DAN EMOSI
perasaan
Max Scheler membagi perasaan dlm 4 golongan:
1.      Perasaan pengindraan   (ex: panas, dingin, sakit)
2.      Perasaan vital   (ex: lesu, segar)
3.      Perasaan psikis   (ex: senang, sedih)
4.      Perasaan pribadi   (ex: perasaan terasingkan)
W. Stern,pembagian perasaan :
1.      Perasaan yang bersangkutan dengan masa kini
2.      Perasaan yang bersangkutan dengan masa lampau
3.      Perasaan yang bersangkutan dengan masa yg akan datang
E.B. Titchener, ciri-ciri perasaan :
1.      Perasaan dpt dilihat intensitasnya  ex: sangat jengkel, agak jengkel
2.      Perasaan dpt dilihat kualitasnya  ex: bisa membedakan perasaan sedih dan gembira
3.      Perasaan menghinggapi seseorang untuk jangka waktu tertentu  Ex: perasaan yg sebentar hilang dan ada perasaan yg lama hilangnya.
Prasangka
Secara terminologi, prasangka (prejudice) merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin. Prae berarti sebelum dan Judicium berarti keputusan (Hogg, 2002). Chambers English Dictionary (dalam Brown, 2005) mengartikan prasangka sebagai penilaian atau pendapatyang diberikan oleh seseorang tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Hal senada juga diberikan oleh Hogg (2002), yang menyatakan bahwa prasangka merupakan sikap sosial atau keyakinan kognitif yang merendahkan, ekspresi dari perasaan yang negatif, rasa bermusuhan atau perilaku diskriminatif kepada anggota dari suatu kelompok sosial tertentu sebagai akibat dari keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Karakteristik dan perilaku aktual dari individu hanya sedikit berperan. Baron dan Graziano (1991) mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu. Dalam hal ini, Baron dan Graziano (1991) menyatakan bahwa prasangka merupakan aspek yang penting dari hubungan antar kelompok. Burchell dan Fraser (2001) juga mendefinisikan prasangka sebagai sikap negatif atau sikap tidak suka terhadap suatu kelompok dan anggotanya.[2]
Emosi
Pengertian Emosi :
1.      Suatu kondisi biologis, psikologis an fisiologi dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak
2.      Emosi bersifat lebih intens dibanding perasaan, sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas dibandingkan perasaan.
3.      Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang ibarat hembusan angin sepoi-sepoi 
Teori-teori Emosi
1.      Teori Emosi Dua-Faktor (Schacher Singer)  berorientasi pada rangsangan  ex: kita tidak merasa marah karena ketegangan otot kita, rahang kita berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dsb, tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai berbagai kognisi tertentu ttg sifat kejengkelan kita yg membentuk suatu emosional.
2.      Teori emosi James-Lange  emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik.  ex: kita senang krn kita meloncat-loncat setelah melihat pengumuman, dan takut krn kita lari setelah melihat ular.
3.      Teori “Emergency” Cannon  gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yg genting, orang-orang primitif yg membuat respon semacam in bisa survive dlm hidupnya.  emosi (sebagai pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dgn reaksi fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat)
4.      Teori Kepribadian  emosi merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi tidak dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yg terpisah.  dikemukakan oleh J. Linchoten [3]




D.    PERANAN PERASAAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Salah satu segi paling membahagiakan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah kesempatan untuk saling bebagi perasaan. Mengalami suatu perasaan dan mengungkapkannya kepada orang lain bukan saja merupakan sumber kebahagiaan, melainkan juga merupakan salah satu kebutuhan demi kesehatan psikologis kita. Dengan mengalami dan saling berbagi perasaan, kita menciptakan dan mempertahankan persahabatan yang intim dengan sesama.

            Perasaan adalah reaksi internal kita terhadap aneka pengalaman kita. Perasaan ini sering disertai perubahan-perubahan fisiologis tertentu, seperti denyut jantung yang meningkat dan juga memiliki tanda-tanda luar, seperti menitikkan air mata karena haru bahagia. Perasaan selalu merupakan pengalaman internal dan kita menggunakan bentuk-bentuk tingkah laku terbuka tertentu untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Misalnya, kita bersorak untuk mengungkapkan perasaan gembira. Namun, tidak jarang kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan. Misalnya, seorang mahasiswa yang kelu lidahnya tatkala hendak mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang gadis, kendati teman kuliahnya sekalipun. Sebaliknya, sering kita juga mengalami kesulitan mengendalikan pengungkapan perasaan kita. Misalnya, seorang gadis yang merona wajahnya mendengar sanjungan dari pemuda yang menjadi idamannya. Kita memang perlu belajar mengungkapkan perasaan-perasaan kita secara tepat.

            Johson (1981) mengemukakan suatu model lima tahap pengungkapan perasaan dalam komunikasi. Menurutnya, setiap kali kita berkomunikasi dengan orang lain maka sebenarnya paling sedikit terjadi lima macam proses sebagai berikut :
1.      Kita mengamati (sensing) tingkah laku lawan komunikasi kita. Dengan alat-alat indera yang kita miliki, kita mengumpulkan informasi tentang lawan komunikasi kita. Misalnya, ia mengatakan apa saja, bagaimana nada suaranya, bagaimana sorot matanya, raut mukanya, gerak-gerik tubuh dan tangannya dan sebagainya. Pada tahap ini, informasi tersebut semata-mata bersifat deskriptif dan semua itu kita rekam dalam pikiran dan hati kita.
2.      Kita menafsirkan (interpreting) semua informasi yang kita terima dari lawan komunikasi kita itu. Kita menentukan makna dari kata-kata dan perbuatannya. Cara kita menafsirkan informasi ini ditentukan oleh sedikitnya tiga faktor, yakni :
a.       Informasi itu sendiri, misal kata-kata yang keluar dari mulut lawan komunikasi kita
b.      Dugaan kita tentang hal-hal yang menyebabkan tingkah laku lawan komunikasi kita itu; misal, ia mengeluarkan kata-kata keras, mungkin karena sedang ada masalah dirumah atau dikantor
c.       Sudut pandang kita sendiri; misal, kita punya keyakinan bahwa tidak ada manusia yang sempurna
3.      Kita mengalami perasaan tertentu (feeling) sebagai reaksi spontan terhadap penafsiran kita atas informasi yang kita terima dari (dan tentang) lawan komunikasi kita. Melanjutkan contoh kita diatas, misalnya kita merasa kasihan pada lawan komunikasi itu.
4.      Selanjutnya kita akan terdorong untuk menanggapi (intending) perasaan kita itu. Dalam diri kita terbentuk intensi yang akan mendorong dan mengarahkan kita untuk berbuat sejalan dengan perasaan kita. Intensi inilah yang membimbing tindakan-tindakan yang akan kita lakukan sebagaibentuk pengungkapan perasaan kita. Jadi, sesudah merasa kasihan, maka timbul dalam diri kita niat untuk menolong atau menghibur lawan komunikasi kita.
5.      Mengungkapkan (expressing) perasaan kita itu. Kita merasa kasihan, berniat menghiburnya. Sekalipun menerima kata-kata keras, kita justru mendekati dan meneguhkannya sebagai ungkapan rasa simpati terhadap kawan kita itu.

Jadi, baik kata-kata maupun perbuatan dan perilaku nonverbal lain yang kita lakukan dalam konteks seperti di atas, tidak lain sebagai pengungkapan dari sensasi, interpretasi, perasaan dan intensi-intensi kita.
E.     AKIBAT YANG TIMBUL BILA PERASAAN TIDAK DIUNGKAPKAN
Salah satu faktor yang sering menjadi penghambat dalam membangun hubungan antarpribadi yang intim adalah kesulitan mengkomunikasikan perasaan. Kita selalu mengalami perasaan tertentu terhadap lawan komunikasi kita maupun terhadap pengalaman bersama yang kita hayati dalam komunikasi, namun sering kita tidak mampu mengkomunikasikan perasaan kita itu secara efektif. Aneka masalah dalam komunikasi muncul terutama bukan karena perasaan yang kita alami itu sendiri, melainkan karena kita gagal mengkomunikasikannya secara efektif. Perasaan-perasaan itu justru kita sangkal, kita alihkan, kita sembunyikan atau kita represikan. Berikut ini adalah beberapa akibat yang mungkin timbul bila perasaan-perasaan tidak kita sadari, tidak kita terima atau tidak kita ungkapkan secara konstruktif.
1.      Menyangkal dan menekan perasaan dapat menciptakan aneka masalah dalam hubungan antarpribadi
2.      Menyangkal dan menekan perasaan dapat menyulitkan kita dalam memahami dan mengatasi aneka masalah yang terlanjur timbul dalam hubungan antarpribadi
3.      Menyangkal perasaan dapat meningkatkan kecenderungan kita untuk melakukan persepsi secara selektif
4.      Menyangkal perasaan dapat menimbulkan distorsi atau penyimpangan dalam penilaian kita
5.      Dalam pengungkapan perasaan yang tidak lugas-efektif sering justru tersirat tuntutan-tuntutan tertentu. Misalnya, seorang ibu yang bersikap “overprotective” karena terlampau menyayangi anaknya. Dalam situasi seperti ini justru dapat timbul sejenis “adu kekuasaan”, sebab setiap pihak merasa memiliki “kekuasaan”, atau kendali tertentu atas pihak yang lain. Konkretnya, si anak dapat memanfaatan kecintaan sang ibu terhadapnya untuk mengajukan  macam-macam tuntutan, sebaliknya si ibu dapat memainkan posisinya sebagai sumber pemuas kebutuhan dalam rangka mengendalikan anaknya.
Di pihak lain, harus kita akui pula bahwa demi alasan tertentu, misalnya sopan-santun, masyarakat sering menuntut kita untuk menyangkal atau menekan perasaan-perasaan kita. Hal ini teristimewa berlaku dalam kebudayaan Timur pada umumnya dan kebudayaan Indonesia-Jawa khususnya. Penerimaan sosial ini sering harus kita bayar cukup mahal dengan mengorbankan kehidupan perasaan kita yang sehat-wajar.
F.      MENGUNGKAPKAN PERASAAN SECARA VERBAL
           Ada dua cara mengungkapkan perasaan, yaitu secara verbal dan nonverbal. Yang dimaksud secara verbal adalah dengan menggunakan kata-kata, baik yang secara langsung mendeskripsikan perasaan yang kita alami maupun tidak. Sedangkan yang dimaksud secara nonverbal adalah dengan menggunakan isyarat lain secara kata-kata, misalnya sorot mata, raut muka, kepalan tinju, dan sebagainya. Untuk mengungkapkan perasaan dengan baik, pertama kita harus menyadarinya, lalu menerimanya, kemudian mengungkapkannya secara wajar dan terkontrol. Menurut Johnson, kalau kita tidak menyadarinya atau sengaja kita tolak perasaan-perasaan tersebut akan terungkap juga secara tidak langsung dalam bentuk-bentuk seperti berikut :
a.       Mencap atau memberikan label. Misalnya kita tidak senang pada seorang teman yang suka menyela pembicaraan orang. Untuk mengungkapkannya, kita mencap teman itu “suka bikin onar”.
b.      Memerintah. Misalnya kita merasa tersinggung oleh komentar yang diberikan oleh seorang teman. Untuk mengungkapkan perasaan kita, kita berkata kepada teman itu, “Diam kau!”.
c.       Bertanya. Perasaan tersinggung yang disebut pada nomor (b) di atas juga dapat diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, misalnya: “Anda ini paham yang saya maksud apa tidak?”.
d.      Menuduh. Misalnya, kita sangat kecewa karena tidak berhasil menemukan bend yang sedang sangat kita butuhkan. Untuk mengungkapkannya, kita menuduh teman sekamar kita, “kamu yang mengambil dan menyembunyikannya, ya!”
e.       Menyindir (sarkasme). Seorang gadis iri pada teman sekamarnya yang punya banyak teman lelaki. Untuk mengungkapkan perasannya itu, pada kesempatan berkumpul bersama semua penghuni asrama ia sering berkata kepada teman-teman lain didepan teman sekamarnya itu, “kalau mau tau kiat memikat teman pria, silahkan datang kekamar saya, lho”.
f.       Memuji. Seorang pemuda merasa tertarik pada seorang gadis, namun malu menyatakan perasaannya itu secara terang-terangan. Untuk mengungkapkannya, setiap kali bertemu ia selalu memuji, “wah baju anda serasi sekali”, “wah potongan rambut anda manis sekali”, dan sebagainya.
g.      Mencela. Seorang sekretaris senior tidak menyukai rekannya yang masih muda. Untuk mengungkapkan perasaannya, setiap kali ada kesempatan sekecil apapun selalu dipakainya untuk mencela teman barunya itu, “ketikan anda ceroboh sekali”, “lain kali kalau bicara sama bos lebih sopan dong”.[4]

G.    BAHASA VERBAL WANITA

Hasil pengamatan sepintas mengenai sosialisasi wanita ditengah masyarakat telah menghasilkan berbagai stereotip tentang perilaku komunikasi mereka, misalnya wanita berbicara lebih sopan dari pada pria, pembicaraan mereka tidak tegas, lebih sering bergosip daripada pria, bertele-tele, lebih emosional dan lebih terperinci.
Hasil intropeksi dan observasi Robin Lakoff (1975) dalam Mulyana (1999), bahwa wanita mempunyai bahasa tersendiri dengan ciri-ciri berikut :
a.       Kosakata khusus yang berkaitan dengan minat mereka, misalnya dibandingkan pria mereka mengenal lebih banyak warna, seperti magenta, chartreuse, ecru, mauve, puce
b.      Kata-kata sifat yang hambar (empty adjectives), seperti divine, charming, cute, sweet, adorable, lovely
c.       Kalimat-kalimat dengan menggunakan ekor tanya (tag question), seperti “sarah is here, isn’t she?”alih-alih “is sarah here?”
d.      Kata-kata penguat (intesifiers), misalnya so, very
e.       Berbagai kata atau frase yang melemahkan, seperti “it is sort of hot in here”; it seems like...
f.       Tata bahasa dan ucapan yang hiperkorek (resmi)
g.      Frase-frase yang sangat sopan, seperti” i’d really appreciate it if...”; “would you please...” dan sebagainya.
h.      Kutipan langsung, alih-alih para frase sendiri.
i.        Intonasi pertanyaan dalam konteks deklaratis, misalnya sebagai jawaban atas pertanyaan “when will the dinner be ready?” adalah “Arround 6 o’clock?” seolah-olah mencari persetujuan dan bertanya apakah waktu tersebut sesuai[5]

H.    BAHASA WANITA VS BAHASA PRIA BERDASARKAN PENELITIAN

Bahasa Wanita
Bahasa Pria
Mengubah topik secara bertahap
Sering mengubah topik secara tiba-tiba
Menata pembicaraan secara kooperatif
Menata secara kompetitif
Terlibat dalam “pembicaraan hubungan” (perasaan atau memelihara hubungan)
Terlibat dalam “pembicaraan laporan” (faktual atau dunia olahraga)
Wanita lebih banyak mengenal nama warna (magenta)

Tidak setegas bahasa pria  (is Amelia here?)

Kurang percaya diri (so, very, maybe, perhaps, dll)

Sering menggunakan kutipan langsung dari pada paraphrase

lebih banyak menggunakan pertanyaan



I.       MENGUNGKAPKAN EKSPRESI DI BERBAGAI MACAM NEGARA

Jika orang Amerika menyapa orang lain dengan ucapn “Hi! How are you?” orang Jepang sering menyapa satu sama lain dengan ucapan “kono aida wa domo arigato gozaimashita” (“terima kasih atas kebaikan Anda yang lalu”). Konsep megucapkan terima kasih alih-alih mengatakan “Apa kabar?” merupakan konsep yang aneh bagi banyak orang asing.
Orang Jerman tidak suka dengan wacana (baik ucapan ataupun tulisan, termasuk iklan), yang berbunga-bunga atau terlalu artistic, apalagi yang memanipulasi. Iklan-iklan surat kabar padat dengan fakta, rincian, sehingga kesannya bertele-tele. Tujuannya adalah agar pembaca benar-benar memahami apa yang diinginkan.
Katja Lantzsch, seorang asisten riset dan mahasiswa S3 di ifmk-TU, Ilmenau, Jerman, mengakui bahwa hanya ada satu ekspresi untuk mengatakan l love you dalam bahasa Jerman, yakni ich liebe dich, sedangkan dalam bahasa Perancis terdapat beberapa ekspresi, seperti Je t’aime dan Je t’adore. Dalam bahasa Indonesia pun, terdapat beberapa ekspresi lain untuk mengatakan “Aku cinta padamu,” seperti “saya sayang kamu,” aku mengasihimu,” ”gua demen ame elu,” dan sebagainya.[6]


    Kesimpulan
Cara kita mengungkapkan perasaan antara lain tergantung pada kesadaran dan penerimaan kita terhadap perasaan-perasaan kita tersebut, serta kemampuan kita untuk mengungkapkannya secara konstruktif. Bila tidak kita insafi atau sengaja kita tolak, perasaan-perasaan tersebut nantinya akan terungkap juga secara tidak langsung, dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :
1.      Mencap dan memberikan lebel.
2.      Memerintah.
3.      Bertanya.
4.      Menuduh.
5.      Menyindir.
6.      Memuji.
7.      Mencela.



DAFTAR PUSTAKA
Sihabudin, Ahmad, komunikasi antar budaya, 2013, jakarta, bumi aksara
Supratiknya, komunikasi antar pribadi (tinjauan psikologis), 1995, kanisius
Deddy Mulyana &amp; Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antarbudaya, 2006, Bandung, PT remaja rosdakarya
Deddy mulyana, komunikasi efektif (suatu pendekatan lintasbudaya), 2005, Bandung, pt remaja rosdakarya
staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/aprilia-tina.../emosi-dan-perasaan.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23488/Chapter%20II.pd?sequence...



[1] Deddy Mulyana &amp; Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antarbudaya, 2006, Bandung, Pt remaja rosdakarya.
[2]repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23488/Chapter%20II.pd?sequence...
[3] staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/aprilia-tina.../emosi-dan-perasaan.pdf
[4] Supratiknya, komunikasi antar pribadi (tinjauan psikologis), 1995, kanisius
[5] Sihabudin, Ahmad, komunikasi antar budaya, 2013, jakarta, bumi aksara, hlm : 95
[6] Deddy mulyana, komunikasi efektif (suatu pendekatan lintasbudaya), 2005, Bndung, pt remaja rosdakarya

About Author Muhammad Fathir Ma'ruf Nurasykim

Writing is one way that you can interact with the world wisely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search