Layanan Konseling: Konseling Islam
a.
Nasehat
Al-Qur’an Tentang Hati
Berangkat daripada Al-Qur’an surat ke-2 ayat 10,
Allah Swt. berfirman,
“ dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.”
Dalam
tafsir Fi Zhilalil Qur’an dikatakan mengenai ayat di atas bahwa maksud “penyakit”
adalah mental mereka sakit, dalam hati mereka ada penyakit, dan inilah yang
memalingkan mereka dari jalan yang lurus, serta menjadikan mereka pantas
mendapatkan tambahan penyakit dari Allah. Penyakit itu menimbulkan penyakit
lagi.[1]
Mengenai Firman-Nya: “Di dalam hati mereka ada penyakit,” as-Suddi menceritakan, dari
Ibnu Mas’ud dan beberapa sahabat Rasulullah saw, ia mengatakan: “yaitu
keraguan, lalu Allah menambah keraguan itu dengan keraguan lagi.” Menurut
‘Ikrimah dan Thawus, “Di dalam hati
mereka ada penyakit” yaitu riya.[2]
Dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi
dijelaskan bahwa makna hati dari ayat tersebut adalah sesuatu yang logis, masuk
akal, pikiran. Pengibaratan ini dikenal oleh bangsa Arab, seakan mereka
memperhatikan bahwasanya hati menampakkan apa yang ada didalamnya suatu bekas
yang samar yang merupakan kepada amalan-amalan
ketika takut atau senang.
Yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi
Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian,
iri-hati dan dendam terhadap Nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.
Substansi dari Manajemen Qalbu
Hati adalah tempat bersemayamnya niat, yakni
yang menentukan nilai perbuatan sesorang. Berharga ataukah sia-sia, mulia atau
nista. Niat ini selanjutnya diproses oleh akal pikiran agar dapat
direalisasikan dengan efektif dan efisien oleh jasad kita dalam bentuk amal
perbuatan.[3]
a.
Hati
dan Olah Hati
Kemuliaan dan keutamaan
manusia adalah hati. Dengan hatinya manusia mengungguli makhluk-makhluk lain.
Dengan hatinya ia siap untuk makrifatullah (mengenal hati). Manusia mampu
mengenal Allah Swt. dengan hatinya, bukan dengan organ-organ tubuhnya. Hatilah
yang mengetahui Allah, yang beramal untuk Allah, yang berjalan menuju Allah,
yang mendekat kepada Allah. Allah telah mengaruniai hati manusia dengan
berbagai keistimewaan yang karenanya mereka lebih mulia daripada binatang dan
membuatnya layak dekat dengan Allah ‘Azza wa Jalla.[4]
Hati sebagai raja,
sedangkan tentara-tentaranya menjadi pelayan dan pembantu. Hatilah yang
mengatur hati anggota tubuh. Anggota tubuh telah diciptakan berwatak patuh
terhadap hati, tidak bisa menentang dan tidak bisa berontak terhadap terhadap
hati. Jika hati menyuruh mata untuk membuka kelopaknya, maka kelopak mata itu
akan terbuka. Jika hati menyuruh kaki untuk melangkah, kaki pun melangkah. Jika
hati menyuruh lisan berkata-kata, lisan pun berkata-kata.
Konsep
Islam dalam Manajemen Qalbu
Seseorang yang beriman
apabila ia telah menanamkan prinsip ke-Tauhid-an dalam dirinya. Beriman ialah
mempercayai (Allah) di dalam hati, dan mengikrarkan dengan ucapan serta mengamalkannya
dengan jasad atau anggota-anggota tubuh. Islam meletakkan prinsip Tauhid,
Ibadah dan Mu’amalah. Bagaimana individu bertauhid kepada Allah swt., baik itu
rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya. Prinsip tauhid ini merupakan pintu gerbang
utama untuk menerima kebenaran yang hakiki. Sehingga dengan itu, maka
selanjutnya adalah kebenaran akan mudah sampai ke hatinya. Lalu bagaimana Islam
mengkonsepsikan manajemen qolbu atau di kalangan sufi dikenal dengan tazkiyatun nafs. Pensucian jiwa,
pembersihan hati serta perawatannya.
Konsekuensi daripada
prinsip katuhidan ini adalah kita mengenal Allah Swt. Dan kita akan pernah
mampu untuk mengenal Allah, tanpa terlebih dahulu kita mengenal diri kita
sendiri. Beberapa cara dalam melakukan pembersihan jiwa yang pertama adalah : Pengenalan diri. Pengenalan diri
sangat penting. Ikhtiar pembersihan hati harus dimulai dengan upaya memahami
diri dan orang lain. Tanpa pemahaman dan pengenalan yang mendalam mustahil kita
dapat terhindar dari kekotoran hati. Tentu kita melihat ini semacam sumber dari
manajemen qalbu, seseorang yang mampu mengendalikan perasaan (emosinya) adalah
orang yang bisa memahami siapa dirinya. Dalam mengenal diri terdapat aspek yang
perlu dan penting untuk kita perhatikan, yaitu mencermati potensi diri, baik
positif maupun negative. Penulis telah menyebutkan beberapa potensi, akal,
jasad dan hati. Hati sebagai pusat kendali jasad dan akal kita.
Yang kedua adalah pembersihan hati. Kesuksesan dalam
konsep manajemen qalbu adalah bagaimana kita secara istiqamah dapat terus
melakukan pembersihan hati di sepanjang kehidupan. Tekad atau kemauan ibarat
sebuah generator yang menggerakkan aktivitas positif kita. Allah Swt.,
berfirman dalam Surat al-‘Ashr ayat 1-3 yang berbunyi,
“ demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari ayat ini kita dapat mnegetahui
bahwa manusia yang professional adalah manusia yang mampu mengelola waktunya
secara efektif. Manusia yang bernilai adalah manusia yang mampu menyediakan
waktunya untuk mengevaluasi diri dan saling menasihati dalam hal kebenaran dan
kesabaran. Kemudian seseorang yang mampu menyisihkan waktunya untuk
mengevaluasi diri. Dengan evaluasi seperti ini (muhasabah), kita mengerti
bagaimana watak orang dan juga watak diri kita sendiri.
Kemudian tentang
mengelola perasaan. Perasaan itu ibarat kuda liar. Jika tidak menaklukannya,
kita pun akan terjatuh dan terpelanting dibuatnya. Pengelolaan perasaan ini
berhubungan dengan hawa nafsu. Dan tentunya perasaan ini bersumber dari dalam
diri
kita. Perasaan ini jika
tidak dikendalikan akan menggumpal menjadi amratul
qulub (penyakit hati). Berbagai macam penyakit hati, amarah dan bersumber
dari ucapan dan pandangan.
Konsep Konseling Islam
1. Pandangan
Konseling Islam tentang Qalbu
Allah Swt.,yang
menciptakan manusia, dan ia mengetahui apoa yang dibisikkan dalam hatinya dalam
setiap detik. Hati manusia memiliki karakteristik senantiasa berbolak-balik,
sekali senang sekali susah, sekali setuju sekali menolak, ia berpotensi untuk
tidak konsisten, oleh karena itu Allah minta pertanggung jawaban perbuatan yang
disengaja oleh hati.[5]
“ Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu
disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
Ada hati yang lembut dan ada yang kasar.
Hati yang lembut adalah karena rahmat Allah, sedangkan hati yang kasar adalah
karena hawa nafsu.
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”
Dalam pengobatan
penyakit hati ini, rasulullah telah menunjukkan pengobatan yang tidak akan
terlintas di otak para pembesar kedokteran dimana ilmu, percobaan, dan prediksi
mereka belum terarah kepada pengobatan tersebut. Rasulullah menawarkan
pengobatan dengan obat-obattan hati dan ruhani. Obat yang selalu menambah
kekuatah hati dan ketetapannya kepada Allah dengan selalu bertawakkal
kepada-Nya, meminta perlindungan kepada-Nya menyerahkan segala hal ke
pangkuan-Nya, tunduk kepada-Nya, bersedekah, berdoa, bertobat, memohon ampun,
berbuat baik kepada semua makhluk, menolong yang teraniaya dan juga
menghilangkan kesedihan orang yang berduka.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah
berkata, “kami telah mencoba hal ini dan kami melihatnya bereaksi di saat
obat-obatan padat itu selalu menjadi alternatif bagi para dokter, walau hal ini
tidak keluar dari hukum dan ketetapan Allah. Namun, penyakit hati memiliki
banyak penyebab. Di saat hati telah bersambung dengan Tuhan semesta alam
(Pencipta penyakit dan obat; pengatur tabiat dan pengubahnya dengan segala
kehendak-Nya), maka sesungguhnya ia telah memiliki obatnya tersendiri selain
obat bagi hati yang ditawarkan padanya namun jauh dari penyembuhan yang
diharapkan.[6]
[1] Sayyid Quthb, Fi
Zhilalil-Qur’an penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Muchotob
Hamzah,dkk. (2006). Jakarta: Gema Insani, hlm 52
[2] ‘Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, (2011) Lubaabut Tafsir Min Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
penerj. M.Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, hlm 61
[3]Gymnastiar, A. (2005).
JAGALAH HATI: Step by step Manajemen
Qolbu, Bandung: Khas,…….
[4] Syekh Yahya ibn
Hamzah al-Yamani. (2012). Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs terj. Maman
Abdurrahman Assegaf, kitab Tashfiyat al-Qulub min dara al-Awzar wa al-Dzunub,
Jakarta: Zaman, hlm 19.
[5] Sutoyo, A. (2013). Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan
Praktik), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm 78-79
[6] Musfir bin Said
Az-Zahrani. (2005). Konseling Terapi, penerjemah. Sari
Narulita dan Miftahul Jannah At-Taujiih wal Irsyaadun nafsi minal Qur’aniil
Hakim was-Sunnatin Nabawiyyah, Depok: GEMA INSANI, hlm 523.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar