[Latest News][6]

Article
Cerpen
Fiksi
Kebangsaan
Konseling
Politik
Psikologi
Psikoterapi Islam
Relationship

Cerita Pendek, Sebuah Rasa



     Oleh M. Fathir Ma’ruf Nurasykim 
Sore itu kulihat lelah bercampur keringat di wajahnya, namun ia sempatkan melempar senyum kearahku, seketika bibirku melebar tandaku membalas, walau aku yakin, senyumnya tidak biasa. Aku mencoba mencari penyebabnya, rasa seganku muncul untuk menanyakan langsung kepadanya, ada apa. Hanya sekilas, tapi seakan lama kurasakan tatapan dan senyuman itu, siang dan malam aku memikirkannya. Setibanya di rumah, hatiku pun tak berhenti bertanya adakah kesalahanku, atau apa ada orang yang mengganggunya, ku coba berkirim pesan namun tak ada jawaban yang ku terima. Aku menunggu dan terus seperti itu. Hingga rasa kantuk tak dapat lagi kutahan dan kurebahkan badanku di atas kasur bermotif bunga lavender kesukaanku, dan aku tertidur pulas.
Kurasakan dinginnya malam, aku mendengar suara pintu terbuka, ku hiraukan namun aku tak bangun, dalam hati aku meyakini ibu lah yang membuka pintu kamar kecil. Biasa ibuku tengah malam seperti itu. Suara itu membuatku tak bangun dari tempat tidurku, namun mataku seolah memaksa terbuka. Dan aku pun terbangun, kunyalakan lampu kamarku dan keluar dari kamar namun tak kulihat ibuku, “mungkin ibu sudah kembali ke kamar”, gumamku. Segera aku pergi ke kamar mandi di ujung ruangan, samping gudang pakaian belakang. Kubersihkan muka dan berkumur lalu kuambil air wudhu berniat untuk sujud bersimpuh, tiba-tiba aku teringat pesannya tentang keutamaan sholat malam dan faedah bagi siapa yang mengerjakannya. Semangatku mulai naik, aku kembali ke kamar, kuambil mukena putih dan sejadah biru pemberiannya dan kudekatkan diriku kepada Sang Pencipta, aku bermanja kepada Yang Maha Kuasa, malam yang intens ku manfaatkan mengadu kepada-Nya. Segala persoalan hidup yang tak mungkin tak ada penyelesaiannya ku laporkan, setelah itu hatiku kembali memikirkan kejadian sore itu. Entah kenapa rasa penasaranku malam ini lebih hebat dari sore kemarin. Kagumku dan cintaku dalam diam, seakan berharap ingin selalu berbicara dengannya, tersentak dalam sadarku akan dosa yang dicatatkan malaikat, mengawasi setiap detik kesibukanku. 
            Seperti inikah sebuah hati yang sudah siap, menyisakan ruang  untuk saling melengkapi dan berbagi kasih. Padahal aku telah merasakan sebuah pengkhianatan yang cukup keji. Namun, aku tidak bisa membohongi hati, walaupun aku tau perasaan tidak sekritis logika, hanya hasrat dan terlalu cinta yang di bawa. Terkadang aku pun bingung, kapankah saat saat yang tepat untuk menggunakan logika atau perasaan.
            Masih sendiri berdiri di sudut lorong, bingung dan mencari arti dari sebuah teka-teki perasaan hampir selalu bergumul dengan kenyataan yang semakin terang arah tujuan yang akan terjadi. Namun, derapan suara sepatu perempuan berdengung di kedua telinga. Dan kudengar degupan detak jantung mulai kencang dan sulit bagiku untuk mengatur aliran nafas yang semakin tidak beraturan. Perasaan yang bercampur, logika yang berkecamuk. Kulihat dia berjalan namun tidak melihat ke arah ku, dan aku memberanikan diri memanggilnya. Sontak seluruh tubuhku bereaksi hebat, bergetar, gugup dan gagap, mataku pun tak berani bertatapan langsung dengannya. Aku pun bertanya dalam hati, "apakah ini cinta sejati, suci nan alami?, ataukah hanya ingin memiliki dan menguasai?". 
           





About Author Muhammad Fathir Ma'ruf Nurasykim

Writing is one way that you can interact with the world wisely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search