[Latest News][6]

Article
Cerpen
Fiksi
Kebangsaan
Konseling
Politik
Psikologi
Psikoterapi Islam
Relationship

Problem Radikalisme


Pada akhir-akhir ini, banyak gerakan-gerakan radikalisme agama yang menyebar di Indonesia. Tentu saja akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya, kita adalah bangsa yang berbudaya, berbudi luhur, ramah, tamah, sopan, santun, religious, saling menyayangi, menghormati dan juga tolong-menolong. 

Sebagai contoh, gerakan radikal kelompok santoso. Gerakan ini bukan hanya saja menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, tetapi juga negara. Radikalisme telah merubah masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang homo homini lupus, anarkis, brutal, dalam hampir seluruh bidang kehidupan dan strata. 

Dan masih banyak gerakan-gerakan radikal yang lain. Akibatnya, aparat negara merasa kesal terhadap tindakan kelompok mereka yang berdampak buruk dan juga berpengaruh terhadap disintegrasi bangsa. Kebanyakan kelompok radikal yang terdapat di Indonesia ini memang beragama Islam. Bukan Islam radikal, tetapi karena memang orang Islam banyak di Indonesia.

Dalam hal ini juga jelas bahwa terdapat unsur SARA yang dirugikan akibat perbuatan mereka. Timbullah rasa saling curiga antara aparat dan juga masyarakat. Terjadinya salah tangkap, tidak ada lagi kepercayaan terhadap siapa saja dan dikalangan apapun, akibat perbuatan mereka yang menyebar teror kepada masyarakat, polisi, TNI dan bahkan pemerintah.

Segala macam bentuk radikalisme yang mengatasnamakan agama merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang tidak bisa dibiarkan berkembang dan berkuasa di negara yang multikultural, multietnis dan multibahasa ini.

PENGERTIAN RADIKAL, RADIKALISME DAN AGAMA

Radikal, secara menyeluruh; habis-habisan: perubahan yang-; amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan, dsb); maju di berpikir atau bertindak.

Radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang radikal di politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis; sikap ekstrem di suatu aliran politik.

Dikutip dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).

Agama, kepercayaan kepada adanya kekuatan supernatural sehingga Ia perlu disembah dalam bentuk ritual yang merupakan kegiatan untuk mendapatkan kepuasaan spiritual. Agama juga mengajarkan adanya benda yang sakral. Ritual dan penghormatan kepada yang sakral dilakukan oleh umat penganut agama.

Radikalisme agama adalah suatu bentuk pemahaman dan juga sikap keagamaan individu yang sebenarnya dia mengalami suatu pertentangan dalam dirinya, yang menimbulkan gangguan-gangguan pada gejala kejiwaannya (kognitif, afektif dan psikomotorik) serta individu yang mengamalkan suatu ajaran agama, akan tetapi ia menyimpang dalam amalan dan juga belum matang atau belum siap dalam menerima dan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dianut.

MEMAHAMI MAKNA PLURALISME

Indonesia adalah negeri majemuk atau plural. Pluralitasnya bukan hanya suku, pulau, ideologi dan bahasa, tetapi juga agama. Kemajemukan agama di negeri kita harus tetap dalam bingkai akhlak kemanusiaan dan kebangsaan yang memberdayakan relasi inklusivitas persaudaraan dan kebersamaan antar pemeluknya, bukan relasi yang menyuburkan persinggungan dan juga ketegangan.

Nabi Muhammad SAW dan sahabat umar bin khattab (yang pada saat itu menjabat khalifah) adalah sosok agamawan dan negarawan yang amat peduli pada hak demokratis, inklusivitas dan humanitas dalam pluralisme agama. 

Misalnya, pada waktu peperangan Nabi Muhammad Saw selalu mengingatkan tentaranya untuk tidak membunuh anak-anak, wanita, orang tua dan merusak tempat ibadahnya suatu kaum yang berbeda agama. 

Itu semua bentuk daripada pengaplikasian menghargai pluralisme secara sempurna. Alwi Syihab dalam Islam Inklusif-nya (1997) yang mengungkapkan tiga tesis pluralisme, yang salah satunya adalah pengertian pluralisme agama adalah tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat aktif dalam memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan dalam kebhinnekaan. 

Dalam artian bahwa pluralisme agama adalah dengan segala kebebasanmu menjalankan ajaran agamamu, tetapi juga di lain sisi jangan menggangu ajaran agama orang lain.

Dikutip dari Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006), hlm 337

Berbagai tindak kekerasan dengan mengatasnamakan agama yang menimbulkan 4kesalahpahaman, klaim kebenaran, dan hilangnya sense of dialogue antaragama, antarbudaya, antaretnis, dan antarkomponen sosial hanya akan menimbulkan masa depan yang gelap juga dapat dikatakan suram dan menyedihkan, yang akan membawa kesengsaraan, kehancuran dan akan menjadi trauma serta menjadi sindrom turunan yang akan terus berlangsung sampai pada anak keturunan kita. Bom waktu akan menanti kita kapanpun!

MODERAT DALAM BERAGAMA

Sebagai makhluk yang menganut suatu kepercayaan (agama), maka dalam menjalankan agama itu terdapat macam tipologi sikap keberagamaan yang saling berbeda. Ada lima tipologi sikap keberagamaan: 5eksklusivisme, inklusivisme, pluralisme, elektivisme dan universalisme. Akan tetapi, setiap individu tidak ada yang murni/ekstrim dalam menjalankan tipologi sikap-sikap tersebut. 

Melainkan berada ditengah dalam suatu bentuk kontinum karena yang demikian merupakan sebuah kecenderungan yang menonjol, karena setiap agama ataupun sikap keberagamaan berpotensi untuk memunculkan lima sikap tersebut. Sikap ekstrem/berlebihan sering menimbulkan persepsi bahwa perintah-perintah agama terasa sebagai beban yang memberatkan, dan larangan agama terasa sebagai belenggu yang membatasi kebebasan atau kreativitas. 

Padahal tujuan utama dari setiap perintah Tuhan adalah untuk mendatangkan manfaat dan maslahat bagi pemeluknya. Demikian pula umat Islam dilarang keras mengamalkan ajaran agamanya secara berlebihan yang mengakibatkan timbulnya gangguan kepada orang lain atau sampai mencelakai orang lain tanpa alasan yang benar. 

Maka dalam melaksanakan ajaran agama Islam ini ada satu prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, yaitu sikap Iqtishad (moderat/sedang) dalam arti tidak ekstrim.


ISLAM DIJULUKI AGAMA RADIKAL

Disintegrasi bangsa juga suatu bentuk permasalahan yang dapat mengancam eksistensi daripada suatu bangsa atau negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), kata desintegrasi; dalam keadaan tidak bersatu padu; dalam keadaan terpecah belah. Bangsa Indonesia memiliki landasan, asas, lima dasar prinsip sebagai tuntunan untuk menjalankan.

Dikutip dari Abdul Qodir Shaleh, “Agama” Kekerasan, (Jogjakarta: Prismasophie, 2003), hlm 8; Kelompok Studi Podium, Damai Yang Terkoyak; Catatan Kelam Dari Bumi Halmahera, ( Maluku Utara: Madani Press, 2000), hlm 156

Roda pemerintahan, yang dinamakan dengan Pancasila. Pancasila merupakan sebuah perjuangan dari suatu pemikiran yang suci, hanya untuk mengantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang yang merdeka, berdaulat, sejahtera, adil dan juga makmur. 

Indonesia dan radikalisme (kekerasan) jadinya gampang diidentikkan dengan kedudukan masyarakat muslim Indonesia yang tergolong paling besar di muka bumi ini (the biggest moeslem community in the world). 

Bukan hanya di negeri ini tetapi di dunia. Jikalau masyarakat Indonesia mayoritas muslim, maka idealnya tidak layak jika dalam kehidupan banyak mengidap penyakit bernama penyimpangan perilaku dan ideologi yang membahayakan keselamatan dan kehidupan global. Tidak heran bahwa agama Islam akhir-akhir ini banyak didiskriminasi. Bukan karena Islam radikal dan bukan pula Islam teroris. 

Oleh karena di Indonesia ini, penganut agama yang mayoritas adalah Islam, maka yang paling banyak juga menjadi anggota adalah orang Islam. Uni Soviet dahulu adalah sebuah negara adidaya, adikuasa, bersama-sama dengan Amerika Serikat menjadi polisi dunia, tetapi kemudian dihantam oleh class louds yang terlalu hebat. 

Gorbacheuv terpental, Soviet pecah menjadi negara kecil berkeping-keping, mimpi mengembalikan Soviet seperti dahulu. Begitulah kalau kita biarkan benih-benih disintegrasi ini terus berkembang, tidak ada lem perekat, maka kita akan pecah berkeping-keping dan kita akan menjadi suatu bangsa yang kerdil.

APA MOTIF DARI RADIKALISME?

Sulit untuk mencari apa yang menjadi motif dari gerakan radikalisme tersebut, tetapi yang jelas itu semua berkaitan dengan perekonomian bangsa ini yang sangat sulit. Kebodohan dan kemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah di negara ini. 

Begitu sulitnya birokrasi yang dijalankan oleh para pejabat kita menjadi tekanan bagi masyarakat menengah ke bawah, dan mereka yang menjadi bagian dari gerakan radikal itu mayoritasnya adalah masyarakat yang susah dan termasuk juga yang disusahkan oleh birokrasi yang berbelit sehingga mereka ingin melakukan perubahan-perubahan yang keras, menuntut perubahan sosial dan politik secara radikal dan drastis. 

Itu semua merupakan akibat daripada aspirasi yang diabaikan oleh pemerintah. Televisi sibuk mengabarkan berita-berita tentang masalah-masalah internal partai dan juga politik yang tidak ada penyelesaiannya, sehingga segala permasalahan bangsa ini dan usaha untuk mendedikasikan generasi-generasi muda dengan ilmu pengetahuan dan wawasan kebangsaan untuk cinta tanah air dan bela negara itu diabaikan dan dianggap hanya membuang waktu untuk “memuaskan” perut mereka.

Gerakan radikal punya korelasi signifikan dengan ketidakpuasan sosial, politik dan ekonomi. Massa yang kerapkali atau diakrabkan dengan perlakuan (kebijakan) yang diskrimanitif, serba represif, gagal “membahasakan” aspirasinya dan justru menjebaknya dalam ragam manipulasi kebenaran, maka cukup niscaya massa itu mereaksinya secara destruktif. Gerakan mereka sulit terdeteksi. 

ORANG-ORANG MEREKA 

Mereka tidak memandang daerah, golongan, agama, dan siapa yang akan mereka rekrut untuk dijadikan anggota. Kelompok-kelompok radikal ini, kebanyakan mereka menargetkan orang-orang pintar yang akan dijadikan sebagai anggota, bukan saja hanya orang-orang awam. Bagi mereka dengan berhasil merekrut orang-orang pintar yang pasti dengan cara “mencuci” otak mereka, maka ini menjadi suatu ukuran bahwa mereka akan lebih mudah untuk merekrut orang-orang yang awam. 

Para akademisi itulah yang tidak lain dan tidak bukan dimaksudkan dengan orang-orang pintar tersebut. Para mahasiswa maupun mahasiswi yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri ataupun Swasta serta Perguruan Tinggi Islam harus menjadi benteng terakhir untuk menghambat pergerakan-pergerakan mereka. Pemerintah harus memperkuat pertahanan dari ancaman radikalisme dengan melibatkan para akademisi. Kedua kalangan ini harus bersinergi dalam menghadapi segala bentuk teror dan radikalisme. 

Apalagi yang mengatasnamakan Islam, ini sudah keterlaluan. Semua elemen masyarakat harus bersama-sama menangani yang namanya radikalisme, jangan ada gesekan antar agama di Republik ini. Sudah seharusnya mahasiswa maupun mahasiswi memiliki latar belakang agama yang kuat. Pemerintah juga harus menambah kurikulum yang baru tentang bela negara atau setidaknya rajin membuat semacam diskusi publik di setiap daerah tentang bahaya radikalisme.

FAKTOR MULTIDIMENSI

Berbagai virus yang dapat mengancam pencerahan hidup berbangsa lebih dimobilisasi oleh tampilnya dendam, iri hati, fitnah dan praduga bersalah yang dibungkus oleh target-target yang depannya bercorak simbiosis mutualisme atau kemunafikan politik yang direalisasi secara permisif. Sayangnya, belum semua pemeluk agama sadar dan bersikap “cerdas”, menjunjung tinggi hak demokratisasi dan kemanusiaan dalam pluralisme agama. 

Mereka yang merupakan komunitas beragama masih terseret pada sikap eksklusif, mengunggulkan “klaim kebenaran, arogansi etnis dan utamanya keserakahan kekuasaan, dendam dan pergesekan-pergesekan politik yang diabsahkan lewat manipulasi doktrin agama. Maka kekerasan sebagai jalan pragmatis.


SOLUSI

Sekarang ini, segala bentuk radikalisme yang menyerang bangsa ini seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab negara. Sehingga sulit untuk menangkal gerakan ini, merekam jejak oknumnya dan juga mencegah teror-teror yang dilancarkan oleh mereka yang merupakan anggota dari gerakan radikalisme tersebut. 

Oleh karena itu, ada langkah-langkah penting bagi kita untuk merespon problem radikalisme ini agar bangsa ini tetap utuh, solid dan kuat, yaitu : 

1. Ajaran dan pendidikan yang baik, mengenai keharmonisan hidup dan kehidupan bermasyarakat dari keluarga. 
2. Menjaga kerukunan antar umat seagama, kalau berbeda pendapat wajar, tetapi kalau berpecah-belah itu yang jangan. 
3. Rukun antar umat beragama. Saling menghormati, saling menghargai, dan jangan ada kamuflase. 
4. Pemerintah harus menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa ini yang telah menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin tajam antar masyarakat. 
5. Pemerintah melalui Kemenag dan juga Kemendikbud harus memperbanyak kurikulum yang berbasis penguatan agama, moral dan juga wawasan kebangsaan. 
6. Pemerintah harus mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat yang telah hilang kepada aparat penegak hukum (TNI, Polri, hakim, dll).

Mulai detik ini kita harus memiliki tekad untuk memerangi segala bentuk radikalisme, terlebih radikalisme yang mengatasnamakan agama, karena agama diturunkan ke muka bumi ini oleh Allah Swt untuk kesejahteraan ummat, bukan sebaliknya. 

Semua orang harus bertanggung jawab dan berkuasa untuk menghentikan radikalisme, karena ancamannya sangat buruk bagi makhluk.

DAFTAR PUSTAKA 

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1990. Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA. 2006. Kelompok Studi Podium, Damai Yang Terkoyak; Catatan Kelam Dari Bumi Halmahera. Maluku Utara: Madani Press. 2000. Abdul Qodir Shaleh, “Agama” Kekerasan. Jogjakarta: Prismasophie. 2003.

About Author Muhammad Fathir Ma'ruf Nurasykim

Writing is one way that you can interact with the world wisely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search